Assalamu'alaikum,
Alohaaa. Akhirnya kebuka juga nih blog. Tadi sempet lupa password, dan parahnya lupa gimana caranya ngeposting tulisan *krikk. HOMAGAAAH, kasian sekali blogku ini. Begitu terpuruk, terpenjara dalam gua, di gunung sunyi tempat hukuman para dewa *maap keterusan nyanyi*. Aku ga pernah ngapdet lagi semenjak nilai UAS TI keluar di tahun 2012. Phuh. Sejujurnya aku bikin blog ini untuk memenuhi nilai tugas TI saja. Aku terlalu pemalu untuk memposting tulisanku di khalayak ramai. Anak pemalu seperti aku ini sebenarnya lebih suka menulis semuanya di diary ihik ihik *seriusan*.
Kemudian aku tersadar, bahwa aku juga butuh blog untuk menampung segala hal-hal ga penting yang aku anggap MAHAPENTING hahaha. Aku butuh tempat pelarian untuk mempublish tulisan-tulisan amatirku. Akhirnya pencarianku berakhir. Aku menemukan Tumblr yeeey. Aku lumayan suka dengan ke-simple-an tumblr. Ga terlalu ribet kayak blogger. Sejujurnya lagi aku punya tumblr dari beberapa tahun yang lalu dan baru akhir-akhir ini saja aku apdet hehehe. Monggo kalo kalo mau mampir ke tumblrku (ameliafitriani.tumblr.com). Aku akan lebih sering ngepost di tumblrku yang baru. Semoga nasib tumblrku tidak berakhir mengenaskan seperti ini.
Maafkan diriku blogger, terima kasih karena telah menemaniku berjuang di matkul TI. Terima kasih juga telah menjadi tempat meluapkan kekacauan otakku ehehe. Sampai ketemu di tumblrku yang baru, yang tentunya isinya hanyalah kerandoman tulisanku :))
skip to main |
skip to sidebar
Perbandingan antara luas bangunan dengan lahan hijau idealnya adalah 60-40. Yang mana fungsi taman tidak hanya sekedar mempercantik penampilan rumah, tetapi juga sebagai daerah resapan air hujan. Agar taman dapat dengan mudah menyerap air hujan, caranya tidak hanya dengan tanaman, tetapi juga memberi pori-pori tanah dengan cara melubangi. Selain sebagai resapan, taman juga berfungsi sebagai penyaring kebisingan dan debu. Tentu rumah akan menjadi sehat jika minim debu.
Twitter
Anything Amelia Fitriani
Comfortable in my own skin!
Pages
Jumat, 17 April 2015
Kamis, 12 Juli 2012
UAS TEKNOLOGI INFORMASI
Nama : Amelia Fitriani
NIM : 21080110141013
LINK FILE : http://www.box.com/s/3cj4l86mcnit6rd4k5y6
NIM : 21080110141013
LINK FILE : http://www.box.com/s/3cj4l86mcnit6rd4k5y6
Selasa, 07 Februari 2012
"Percayalah, kadang tak mudah untuk belajar dari hikmah yang dipetik orang. Maka bergeraklah, rasakan dan petik sendiri hikmah itu".
-Dwi Yosha Fetri Yuna
-Dwi Yosha Fetri Yuna
Pacaran? Iya atau ga?
Suatu pagi, belasan menit sebelum bel masuk berbunyi di SMA-ku, seorang teman melontarkan pertanyaan yang tak pernah terpikirkan sebelumnya,
“Fah, lo mau gue cariin pacar, gak?”
Hah? Dengan muka bingung, lantas berganti nyengir aku menjawab,
“Gak usah, Lin, nih aku dah punya banyak,” seruku sambil menarik buku-buku semi tebal dari dalam tas.
Gantian temanku yang cengengesan. Dasar.
Kali lain, teman seperjalanan pulangku bertanya, “Fah, kenapa sih kamu gak mau pacaran?”
Sambil berusaha menghindari genangan air di depan pasar Pondok Labu, aku berseru pelan,
“Kenapa ya, Sri?”
“Yee, orang nanya balik nanya.”
So?
Ini prinsipku, Sri. Tahu kan, kalau Allah sudah menjanjikan dalam Al Qur’an, perempuan yang baik hanya untuk laki-laki yang baik. Sepanjang kehidupanku, aku percaya janji Allah selalu benar.
Gini lho, kalau misalkan orang yang kita sayang menjanjikan sesuatu pada kita, kita akan dengan senang hati percaya, kan. Karena ibu, ayah, atau siapapun yang menyayangi kita akan berusaha menepati janji itu untuk membahagiakan kita. Kalaupun mereka tidak bisa menepatinya, mereka yang akan pertama kali bersedih karena keterbatasannya. Kalau manusia saja begitu, Allah pasti gak akan pernah menyalahi janji-Nya, karena Ia adalah Dzat yang paling mencintai kita, dan Ia adalah Penguasa Mutlak Alam Raya ini, Ia akan selalu memberi tanpa batas, tak ada yang bisa membatasi kekuasaan-Nya. Kalau Ia sudah berjanji, maka itu adalah sebenar-benarnya janji.
Perempuan yang baik hanya untuk laki-laki yang baik, berarti Allah sudah memudahkan kita, kan? Kalau mau dapat pasangan yang baik, berarti yang harus kita lakukan adalah menjadi baik terlebih dahulu. Kalau misalkan mau dapat pasangan yang hafal Qur’an, misalnya, kita juga harus mulai menghafal Qur’an. Atau kalau mau dapat pasangan yang pengertian, kita juga harus mulai menjadi orang yang pengertian. Karena saat seseorang menetapkan standar pada dirinya, hal itu akan mempengaruhi pilihan-pilihannya di saat ia harus memutuskan sesuatu. Iya, kan?
Makanya, aku lebih memilih membenahi diriku dulu, membangun kualitas-kualitas yang kusukai, jadi nanti pas memang sudah waktunya, aku sudah lebih siap. Lagian kalau pacaran, kita jadi kehilangan waktu untuk membangun hal-hal itu, kan? Kita lebih banyak tersibukkan dengan hal-hal yang sekarang, mungkin iya kadang-kadang ada yang memikirkan untuk ke depannya, tapi itu juga gak menjamin. Banyak orang yang tidak menjadi dirinya saat menjadi seorang pacar. Ia berusaha terlihat sempurna, atau paling tidak ia hanya ingin sisi baiknya saja yang terlihat. Kalau gak, siapa coba yang mau jadi pacarnya, hehe. Tapi kalau menikah kan beda, saat kita menikahi seseorang, kita gak bisa memilih hanya menikahi sisi baiknya, harus sepaket sama sifat-sifatnya yang lain. Lho, jadi jauh gini ya ngomongnya, hehe.
Jadi, menurutku, kalau orang lain berdalih, “Saya pacaran untuk bisa lebih mengenal pasangan saya,” rasanya itu bukan jalan yang pas.
Lagipula, aku gak mau mencari sesuatu yang baik untukku dengan cara yang tidak baik menurut-Nya.
Pandangan aja harus dijaga, apalagi berdua-duaan. Tapi bukan artinya pacaran gak boleh. Pacaran boleh, kok, nanti kalau udah nikah, hehe..
Mungkin iya, kita bisa dapat pasangan yang terasa ‘cocok’ untuk kita, tapi aku takut, kalau Allah gak suka caraku untuk mendapatkannya, aku bisa kehilangan nilai keberkahan di dalamnya. Padahal, hidup kita di sini kan untuk mendapat cinta-Nya kan?
Saat itu, aku ingat salah satu kalimat yang sempat terpikir di baris otakku,
Pangeran akan datang jika sudah tiba saatnya.
Sebelum waktu itu tiba, pangeran dan putri harus saling menjaga dirinya masing-masing, supaya pertempuan itu lebih sempurna.
*Copas dari blog sahabat SMAku, Nur Afifah. Suka banget sama quote di atas ^^
“Fah, lo mau gue cariin pacar, gak?”
Hah? Dengan muka bingung, lantas berganti nyengir aku menjawab,
“Gak usah, Lin, nih aku dah punya banyak,” seruku sambil menarik buku-buku semi tebal dari dalam tas.
Gantian temanku yang cengengesan. Dasar.
Kali lain, teman seperjalanan pulangku bertanya, “Fah, kenapa sih kamu gak mau pacaran?”
Sambil berusaha menghindari genangan air di depan pasar Pondok Labu, aku berseru pelan,
“Kenapa ya, Sri?”
“Yee, orang nanya balik nanya.”
So?
Ini prinsipku, Sri. Tahu kan, kalau Allah sudah menjanjikan dalam Al Qur’an, perempuan yang baik hanya untuk laki-laki yang baik. Sepanjang kehidupanku, aku percaya janji Allah selalu benar.
Gini lho, kalau misalkan orang yang kita sayang menjanjikan sesuatu pada kita, kita akan dengan senang hati percaya, kan. Karena ibu, ayah, atau siapapun yang menyayangi kita akan berusaha menepati janji itu untuk membahagiakan kita. Kalaupun mereka tidak bisa menepatinya, mereka yang akan pertama kali bersedih karena keterbatasannya. Kalau manusia saja begitu, Allah pasti gak akan pernah menyalahi janji-Nya, karena Ia adalah Dzat yang paling mencintai kita, dan Ia adalah Penguasa Mutlak Alam Raya ini, Ia akan selalu memberi tanpa batas, tak ada yang bisa membatasi kekuasaan-Nya. Kalau Ia sudah berjanji, maka itu adalah sebenar-benarnya janji.
Perempuan yang baik hanya untuk laki-laki yang baik, berarti Allah sudah memudahkan kita, kan? Kalau mau dapat pasangan yang baik, berarti yang harus kita lakukan adalah menjadi baik terlebih dahulu. Kalau misalkan mau dapat pasangan yang hafal Qur’an, misalnya, kita juga harus mulai menghafal Qur’an. Atau kalau mau dapat pasangan yang pengertian, kita juga harus mulai menjadi orang yang pengertian. Karena saat seseorang menetapkan standar pada dirinya, hal itu akan mempengaruhi pilihan-pilihannya di saat ia harus memutuskan sesuatu. Iya, kan?
Makanya, aku lebih memilih membenahi diriku dulu, membangun kualitas-kualitas yang kusukai, jadi nanti pas memang sudah waktunya, aku sudah lebih siap. Lagian kalau pacaran, kita jadi kehilangan waktu untuk membangun hal-hal itu, kan? Kita lebih banyak tersibukkan dengan hal-hal yang sekarang, mungkin iya kadang-kadang ada yang memikirkan untuk ke depannya, tapi itu juga gak menjamin. Banyak orang yang tidak menjadi dirinya saat menjadi seorang pacar. Ia berusaha terlihat sempurna, atau paling tidak ia hanya ingin sisi baiknya saja yang terlihat. Kalau gak, siapa coba yang mau jadi pacarnya, hehe. Tapi kalau menikah kan beda, saat kita menikahi seseorang, kita gak bisa memilih hanya menikahi sisi baiknya, harus sepaket sama sifat-sifatnya yang lain. Lho, jadi jauh gini ya ngomongnya, hehe.
Jadi, menurutku, kalau orang lain berdalih, “Saya pacaran untuk bisa lebih mengenal pasangan saya,” rasanya itu bukan jalan yang pas.
Lagipula, aku gak mau mencari sesuatu yang baik untukku dengan cara yang tidak baik menurut-Nya.
Pandangan aja harus dijaga, apalagi berdua-duaan. Tapi bukan artinya pacaran gak boleh. Pacaran boleh, kok, nanti kalau udah nikah, hehe..
Mungkin iya, kita bisa dapat pasangan yang terasa ‘cocok’ untuk kita, tapi aku takut, kalau Allah gak suka caraku untuk mendapatkannya, aku bisa kehilangan nilai keberkahan di dalamnya. Padahal, hidup kita di sini kan untuk mendapat cinta-Nya kan?
Saat itu, aku ingat salah satu kalimat yang sempat terpikir di baris otakku,
Pangeran akan datang jika sudah tiba saatnya.
Sebelum waktu itu tiba, pangeran dan putri harus saling menjaga dirinya masing-masing, supaya pertempuan itu lebih sempurna.
*Copas dari blog sahabat SMAku, Nur Afifah. Suka banget sama quote di atas ^^
Katakan dan Jalanilah Dengan Sederhana
Cinta itu pengorbanan?
Ah, tanyakanlah soal ini pada kepiting merah di cadas pantai Pulau Christmas, Australia.
Tahukah kita? Saat mereka melepas ribuan butir telur anak2nya ke laut. Mereka akan berdiri gagah berani di bebatuan cadas yang tajam-tajam, kokoh menyambut ganasnya ombak. Kepiting yang jalannya saja tak lurus itu, tahu persis mereka bisa mati saat ombak melempar mereka ke kerasnya cadas, cangkangnya akan retak, kepalanya akan pecah. Hanya segelintir dari mereka yang selamat. Tapi mereka tidak peduli. Telur-telur itu hanya bisa dilepas persis ketika ombak menjilat tubuh mereka, dan mereka bersiap menyanyikan lagu heroik. PENGORBANAN. Itulah ritus pengorbanan setiap tahun yang hebat, melepas telur-telur.
Cinta itu kesetiaan?
Well, tanyakanlah urusan ini pada penyu-penyu. Meski jalannya lambat, nyebelin nunggunya, apalagi dipandang mata. Penyu adalah bentuk sempurna di muka bumi atas makna sebuah KESETIAAN. Saat mereka lahir, saat tukik penyu merangkak menyambut semburat cahaya matahari pagi, saat mereka bergerak bagai manuver tank amfibi berbaris menuju lautan untuk pertama kalinya, saat itulah janji setia mereka terucap. Mereka akan berenang, berpetualang mengelilingi dunia, puluhan ribu mil, menjejak benua-benua jauh. Laut-laut terdalam. Bertemu ribuan kehidupan lainnya. Boleh jadi tubuh mereka penuh luka, tersayat jala nelayan, tersiram minyak polusi. Boleh jadi mereka bertemu dengan penyu lokal di benua sana, yang lebih seksi nian di mata mereka, boleh jadi…. Tapi mereka setiap tahun pasti akan kembali ke pantai saat tukik mereka dulu merayap pertama kali. Kembali! Untuk bertemu dengan cinta sejati mereka. Untuk bertelur…. Inilah ritus hebat ribuan tahun tentang KESETIAAN. Tahukah kalian berapa umur penyu? Di antara mereka ada yang bisa mencapai 300 tahun! Kalian bisa setia selama itu?
Cinta itu soal keindahan?
Ah, tahu apa kita soal keindahan dibandingkan burung merak. Saat mereka sedang “jatuh cinta”, berusaha menggoda si dia, maka mereka akan membuka lebar-lebar bulu ekor mereka yang seperti kipas. Sejuta warna di sana. Sejuta motif pula. Itulah keindahan yang mahal sekali harganya, karena bulu ekor itu justru memancing binatang pemangsa lainnya, terutama manusia yang suka sekali memburu “keindahan” burung merak. Data statistik menunjukkan mereka terancam punah karena urusan ekor ini, padahal salah apa coba ekor mereka?
Teman, saya tidak sedang berusaha mendoktrin kita tentang pemahaman baru. Saya hanya berusaha memetakan masalah ini agar lebih proporsional. Boleh saja jika kita tetap bilang cinta itu kesetiaan. Boleh saja kita tetap bertahan, menunggu, tidak bergeming. Ini justru baik dan membanggakan dalam banyak kasus. Tapi jika kesetiaan itu untuk hal yang bodoh, tidak rasional lagi, atau malah menyakiti diri sendiri, tentu urusannya menjadi lain.
Saya amat meyakini cinta itu amat sederhana. Jika ada seseorang yang bertanya apa pertanda kalau ia sedang jatuh cinta, maka jawabannya akan sederhana pula. Misalnya: jika kita merasa terganggu saat si dia bicara soal gadis lain, tidak nyaman saat dia bicara soal mantan-mantannya dulu. Itu jelas kita mulai menyemai perasaan tersebut. Jika kita mulai ingin tampil lebih menarik di depannya, itu lagi-lagi jelas pertanda sederhana. Apalagi saat kita mulai selalu ingat, selalu ingin bersama, bahkan wajahnya memenuhi kepala kita, anak kecil saja tahu kalau kita memang sedang jatuh-cinta.
Jika urusan ini memang sederhana, maka janganlah dibuat rumit. Saya kadang kehilangan kata-kata saat mendengar cerita pertengkaran, keluhan, curhat, dan apalagi saat mendengar orang-orang berkata “It’s complicated”. Kalau memang terlihat rumit, LUPAKANLAH! Itu jelas bukan cinta sejati kita. Cinta sejati selalu sederhana…. Pengorbanan yang sederhana, kesetiaan yang tidak menuntut apapun, dan keindahan yang apa-adanya….
Terakhir, saya ingin menutup tajuk ini dengan sebuah kisah yang sering kali kita dengar. Bahkan mungkin pernah kita baca berkali-kali karena dire-posting di mana2. Akan saya ceritakan ulang (karena sy tdk tahu siapa penulis pertama kisah ini, jd sy tdk bisa merujukkan namanya)…
Pesan moralnya?
Kesempatan tidak datang dua kali. Terimalah cinta kita dengan sederhana, katakan dan jalanilah dengan sederhana pula. Dengan demikian, semoga cinta sejati kita justru membuat iri seluruh semesta alam, termasuk si kepiting, penyu, dan burung cendrawasih tadi.
(Tere Liye)
Adios-Makassar, 29 Maret 2007
Ah, tanyakanlah soal ini pada kepiting merah di cadas pantai Pulau Christmas, Australia.
Tahukah kita? Saat mereka melepas ribuan butir telur anak2nya ke laut. Mereka akan berdiri gagah berani di bebatuan cadas yang tajam-tajam, kokoh menyambut ganasnya ombak. Kepiting yang jalannya saja tak lurus itu, tahu persis mereka bisa mati saat ombak melempar mereka ke kerasnya cadas, cangkangnya akan retak, kepalanya akan pecah. Hanya segelintir dari mereka yang selamat. Tapi mereka tidak peduli. Telur-telur itu hanya bisa dilepas persis ketika ombak menjilat tubuh mereka, dan mereka bersiap menyanyikan lagu heroik. PENGORBANAN. Itulah ritus pengorbanan setiap tahun yang hebat, melepas telur-telur.
Cinta itu kesetiaan?
Well, tanyakanlah urusan ini pada penyu-penyu. Meski jalannya lambat, nyebelin nunggunya, apalagi dipandang mata. Penyu adalah bentuk sempurna di muka bumi atas makna sebuah KESETIAAN. Saat mereka lahir, saat tukik penyu merangkak menyambut semburat cahaya matahari pagi, saat mereka bergerak bagai manuver tank amfibi berbaris menuju lautan untuk pertama kalinya, saat itulah janji setia mereka terucap. Mereka akan berenang, berpetualang mengelilingi dunia, puluhan ribu mil, menjejak benua-benua jauh. Laut-laut terdalam. Bertemu ribuan kehidupan lainnya. Boleh jadi tubuh mereka penuh luka, tersayat jala nelayan, tersiram minyak polusi. Boleh jadi mereka bertemu dengan penyu lokal di benua sana, yang lebih seksi nian di mata mereka, boleh jadi…. Tapi mereka setiap tahun pasti akan kembali ke pantai saat tukik mereka dulu merayap pertama kali. Kembali! Untuk bertemu dengan cinta sejati mereka. Untuk bertelur…. Inilah ritus hebat ribuan tahun tentang KESETIAAN. Tahukah kalian berapa umur penyu? Di antara mereka ada yang bisa mencapai 300 tahun! Kalian bisa setia selama itu?
Cinta itu soal keindahan?
Ah, tahu apa kita soal keindahan dibandingkan burung merak. Saat mereka sedang “jatuh cinta”, berusaha menggoda si dia, maka mereka akan membuka lebar-lebar bulu ekor mereka yang seperti kipas. Sejuta warna di sana. Sejuta motif pula. Itulah keindahan yang mahal sekali harganya, karena bulu ekor itu justru memancing binatang pemangsa lainnya, terutama manusia yang suka sekali memburu “keindahan” burung merak. Data statistik menunjukkan mereka terancam punah karena urusan ekor ini, padahal salah apa coba ekor mereka?
Teman, saya tidak sedang berusaha mendoktrin kita tentang pemahaman baru. Saya hanya berusaha memetakan masalah ini agar lebih proporsional. Boleh saja jika kita tetap bilang cinta itu kesetiaan. Boleh saja kita tetap bertahan, menunggu, tidak bergeming. Ini justru baik dan membanggakan dalam banyak kasus. Tapi jika kesetiaan itu untuk hal yang bodoh, tidak rasional lagi, atau malah menyakiti diri sendiri, tentu urusannya menjadi lain.
Saya amat meyakini cinta itu amat sederhana. Jika ada seseorang yang bertanya apa pertanda kalau ia sedang jatuh cinta, maka jawabannya akan sederhana pula. Misalnya: jika kita merasa terganggu saat si dia bicara soal gadis lain, tidak nyaman saat dia bicara soal mantan-mantannya dulu. Itu jelas kita mulai menyemai perasaan tersebut. Jika kita mulai ingin tampil lebih menarik di depannya, itu lagi-lagi jelas pertanda sederhana. Apalagi saat kita mulai selalu ingat, selalu ingin bersama, bahkan wajahnya memenuhi kepala kita, anak kecil saja tahu kalau kita memang sedang jatuh-cinta.
Jika urusan ini memang sederhana, maka janganlah dibuat rumit. Saya kadang kehilangan kata-kata saat mendengar cerita pertengkaran, keluhan, curhat, dan apalagi saat mendengar orang-orang berkata “It’s complicated”. Kalau memang terlihat rumit, LUPAKANLAH! Itu jelas bukan cinta sejati kita. Cinta sejati selalu sederhana…. Pengorbanan yang sederhana, kesetiaan yang tidak menuntut apapun, dan keindahan yang apa-adanya….
Terakhir, saya ingin menutup tajuk ini dengan sebuah kisah yang sering kali kita dengar. Bahkan mungkin pernah kita baca berkali-kali karena dire-posting di mana2. Akan saya ceritakan ulang (karena sy tdk tahu siapa penulis pertama kisah ini, jd sy tdk bisa merujukkan namanya)…
Seorang gadis yang diberikan kesempatan berbelanja “cinta” di sebuah toko “Calon Suami”. Ada enam lantai di toko tersebut dengan masing-masing kelompok calon suami, setiap gadis yang masuk bisa memilih cintanya di setiap lantai dengan satu SYARAT: "Anda hanya dapat mengunjungi toko ini SATU KALI" Dan jika sudah naik ke lantai berikutnya, sama sekali tidak boleh turun. Lalu, seorang gadis pun pergi ke toko "suami" tersebut untuk mencari calon suaminya.
LANTAI 1 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan dan taat pada Tuhan. Wanita itu tersenyum, kemudian dia naik ke lantai selanjutnya.
LANTAI 2: Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, dan sayang anak kecil. Kembali wanita itu naik ke lantai selanjutnya.
LANTAI 3: Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, sayang anak kecil dan cakep banget. ” Wow”, tetapi pikirannya masih penasaran dan terus naik.
Lalu sampailah wanita itu di lantai 4 dan terdapat tulisan LANTAI 4: Lelaki di lantai ini yang memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, sayang anak kecil, cakep banget dan suka membantu pekerjaan rumah. ”Ya ampun !” Dia berseru, ”Aku hampir tak percaya.”
Dan dia tetap melanjutkan ke lantai 5 dan terdapat tulisan seperti ini: LANTAI 5: Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, sayang anak kecil, cakep banget, suka membantu pekerjaan rumah, dan romantis.
Dia tergoda untuk berhenti tapi kemudian dia melangkah terus ke lantai 6. Tapi apa yang dia temukan? Ya ampun hanya terdapat tulisan seperti ini: LANTAI 6: Anda adalah pengunjung yang ke-4.363.012. Tidak ada lelaki di lantai ini. Lantai ini hanya semata-mata bukti untuk wanita yang tidak pernah merasa puas. Terima kasih telah berbelanja di toko "Suami". Hati-hati ketika keluar toko dan semoga hari yang indah buat anda.
Pesan moralnya?
Kesempatan tidak datang dua kali. Terimalah cinta kita dengan sederhana, katakan dan jalanilah dengan sederhana pula. Dengan demikian, semoga cinta sejati kita justru membuat iri seluruh semesta alam, termasuk si kepiting, penyu, dan burung cendrawasih tadi.
(Tere Liye)
Adios-Makassar, 29 Maret 2007
Minggu, 22 Januari 2012
"Dalam diam, aku mempelajari kita. Semoga aku cukup bijaksana".
Minggu, 15 Januari 2012
Konsep Rumah Ramah Lingkungan
Akhir-akhir ini topik pemanasan global menjadi hangat diperbincangkan dimana - mana. Bumi semakin panas, dan kutub es semakin menipis menjadi alasan untuk sama - sama menyelamatkan bumi, salah satunya menciptakan rumah tinggal ramah lingkungan.
Konsep 'green house' menjadi cara untuk menciptakan rumah yang ramah lingkungan, seperti meminimalisir penggunaan sumber daya alam ketika proses pembangunan rumah, memilih material bangunan yang ramah lingkungan, menciptakan sirkulasi udara dan cahaya yang baik seperti dalam tips rumah,untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pendingin ruangan, keberadaan taman dalam rumah, memilih lampu hemat energi yang tepat guna sehingga menghemat penggunaan listrik secara efisien. Rumah ramah lingkungan ini tidak hanya bagus desainnya, tetapi lebih dari itu, menjaga ekosistem di sekitar lingkungan rumah hingga hemat energi.
Konsep 'green house' menjadi cara untuk menciptakan rumah yang ramah lingkungan, seperti meminimalisir penggunaan sumber daya alam ketika proses pembangunan rumah, memilih material bangunan yang ramah lingkungan, menciptakan sirkulasi udara dan cahaya yang baik seperti dalam tips rumah,untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pendingin ruangan, keberadaan taman dalam rumah, memilih lampu hemat energi yang tepat guna sehingga menghemat penggunaan listrik secara efisien. Rumah ramah lingkungan ini tidak hanya bagus desainnya, tetapi lebih dari itu, menjaga ekosistem di sekitar lingkungan rumah hingga hemat energi.
Faktor-faktor yang mendukung sebuah rumah menjadi rumah ramah lingkungan antara lain:
1. Rangka atap baja ringan
Penggunaan baja ringan ini sebagai jawaban atas semakin menipisnya jumlah kayu hutan kita. Baja ringan lebih efektif dalam aplikasi atap. Pengerjaannya lebih efisien dalam waktu, dan lebih presisi karena buatan pabrik.
2. Kusen, daun jendela, pintu menggunakan alumunium/ PVC/ UPVC
3. Plafond menggunakan gypsum dan rangka besi holow
4. Atap yang tinggi
5. Tritisan lebar
6. Banyak bukaan
7. Plafond tinggi agar sikulasi udara dapat benar – benar lancar
8. Kanopi tiap jendela
9. Luas bangunan sebaiknya tidak lebih dari 60% luas lahan
1. Rangka atap baja ringan
Penggunaan baja ringan ini sebagai jawaban atas semakin menipisnya jumlah kayu hutan kita. Baja ringan lebih efektif dalam aplikasi atap. Pengerjaannya lebih efisien dalam waktu, dan lebih presisi karena buatan pabrik.
2. Kusen, daun jendela, pintu menggunakan alumunium/ PVC/ UPVC
3. Plafond menggunakan gypsum dan rangka besi holow
4. Atap yang tinggi
5. Tritisan lebar
6. Banyak bukaan
7. Plafond tinggi agar sikulasi udara dapat benar – benar lancar
8. Kanopi tiap jendela
9. Luas bangunan sebaiknya tidak lebih dari 60% luas lahan
Perbandingan antara luas bangunan dengan lahan hijau idealnya adalah 60-40. Yang mana fungsi taman tidak hanya sekedar mempercantik penampilan rumah, tetapi juga sebagai daerah resapan air hujan. Agar taman dapat dengan mudah menyerap air hujan, caranya tidak hanya dengan tanaman, tetapi juga memberi pori-pori tanah dengan cara melubangi. Selain sebagai resapan, taman juga berfungsi sebagai penyaring kebisingan dan debu. Tentu rumah akan menjadi sehat jika minim debu.
Rumah tinggal ramah lingkungan juga tidak bisa dipisahkan dengan pola hidup penghuni rumah itu sendiri. Penggunaan air dalam bath tub dan juga shower ketika mandi menjadi lebih boros apabila dibandingkan dengan penggunaan gayung. Penghematan air juga perlu dilakukan pada proses memasak, mencuci, menyiram tanaman, dsb. Pola pembuangan sampah yang memisahkan antara sampah kering dan basah menjadi salah satu cara untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Sampah sebagai barang tidak terpakai dapat berfungsi lagi melalui reduce, reuse dan recycle.
Penggunaan sesuatu yang efektif, perilaku hemat, dan tidak boros energi menjadi bagian penting terciptanya rumah tinggal ramah lingkungan.
Penggunaan sesuatu yang efektif, perilaku hemat, dan tidak boros energi menjadi bagian penting terciptanya rumah tinggal ramah lingkungan.
About Me
- Amelia Fitriani
- Amelia Fitriani, seorang mahasiswi Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro 2010. Bergeraklah dan jangan diam!
Blog Archive
Favorite Blog
Diberdayakan oleh Blogger.
About
Links
Followers
Facebook Badge
Copyright (c) 2010 Anything Amelia Fitriani and Powered by Blogger.